SENGGRENG

SENGGRENG
KANTOR

Jumat, 20 Juni 2014

LAGU KHAS TELAGA SENGGRENG



“ Tlogo Senggreng Merak Ati “

 

Lirik/lagu : Mas Bei

Arransemen : mbah Bawonk Capi’i

 

Banyu kinclong lirak-lirak, nyegerke pangroso

Angin sumilir, koyo ngelus-ngelus rikmo

Kehing mino kliwar-kliwer, koyo lagi ngece

Konco mancing podo gemes, ngwaske tingkah polahe
Reff
Kae ing sisih lor pro konco tani lagi nggarap sawahe

Tamu agung seliweran mrono-mrene karo praune

Kang wus sayah ing mujaer lesehan kabeh podo ngaso
Ing ngisor wit sakupeng telogo tak ijo royo-royo

ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..
ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..
ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..
ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,                            
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..                                    

diulang masuk Reff

Kae ing sisih lor, pro konco tani, lagi nggarap sawahe

Tamu agung seliweran mrono-mrene, nunggang praune

Kang wus sayah ing mujaer lesehan kabeh podo ngaso
Ing ngisor wit sakupeng telogo, tak ijo royo-royo

Tlogo Senggreng desa asri, pancen merak ati
Tlatah Senggreng, Kecamatan Pucung, Malang panggonane
Mudho-mudhi, kang lagi kasmaran, ganthilaning ati
Lungguh jejer, pinggir telogo, mingsat-mingsut, lagi ngiket janji

ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..
ba…a…ba…o…e.., ba…a…ba…o…e..,
oleio, oleia, oleio, oleia, oleio……..
(diulang terus makin lama makin menghilang)

TRANSPORTASI



Bilamana dari arah luar kota misalnya : Surabaya maupun Blitar bermaksud menuju Desa Senggreng , dapat ditempuh dengan kendaraan umum Bus maupun Kereta Api dengan berhenti di Halte maupun stasiun NGEBRUK. Dari Ngebruk ditempuh kendaraan Ojek maupun Dokar. Meskipun jalan menuju pelosok-pelosok Desa Senggreng sebagian besar telah beraspal dan dapat diakses dengan kendaraan roda 4, namun transportasi umum yang ada di Desa Senggreng (desa di mana letak Telaga Senggreng berada) adalah kendaraan Ojek dan Dokar (Delman). Untuk kendaraan umum roda 4 masih dalam taraf penjajagan. )

LETAK GEOGRAFIS DAN JARAK TRMPUH TRLAGA SENGGRENG


Telaga Senggreng terletak di Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Berada diantara 2 (dua) desa Juara, yaitu Desa Senggreng Juara Nasional tahun 1999 dan Desa Sambigede Juara Kabupaten Malang tahun 2004
Jarak dan waktu tempuh Telaga Senggreng dari :
*  Kota Surabaya sejauh + 110 Km, dengan waktu tempuh + 3 jam berkendaraan bermotor roda 4 maupun roda 2.
*  Kota Malang sejauh + 29 Km, dengan waktu tempuh kurang dari 1 jam berkendaraan bermotor roda 4 maupun roda 2.
*  Kota Kepanjen sejauh + 9 Km, dengan waktu tempuh kurang dari ½ jam perjalan berkendaraan bermotor roda 2 maupun roda 4.
*      Ibu kota Kecamatan Sumberpucung sejauh + 4 Km, dengan waktu tempuh kurang dari 15 menit perjalan berkendaraan bermotor roda 4 maupun roda 2.
*      Dari Pasar  & Stasiun Ngebruk + 1 Km, dengan waktu tempuh kurang dari 10 menit perjalan berkendaraan bermotor roda 4 maupun roda 2. Dan bila ditempuh dengan kendaraan tradisional jenis Dokar, maka lama perjalanan sekitar 20 menit.

POTENSI TELAGA


Ø  Luas Telaga Senggreng + 14 Ha.
Ø  Debit air telaga + 25 liter/detik.
Ø  Mampu mengairi sawah seluas + 52 Ha.
Ø  Kedalaman air telaga bervariasi antara 1 – 10 meter.
Ø  Terdapat 2 (dua) buah Sumber air yang terletak di tepi Telaga.
Ø  Air Tawar/ mengalir sepanjang tahun.
Ø  Air Telaga stabil, tidak pernah surut walaupun kemarau panjang dan tidak pernah meluber jika musim hujan.
Ø  Kondisi air cukup untuk kegiatan wisata air.
Ø  Letak geografis sangat mudah dijangkau, diapit oleh 2 (dua) desa Juara, yaitu Desa Senggreng Juara Nasional tahun 1999 dan Desa Sambigede Juara Kabupaten tahun 2004.
Ø  Kondisi jalan menuju Senggreng beraspal Hotmix.

Luas Telaga Senggreng + 14 Ha. dengan debit air telaga + 25 liter/detik, terbukti mampu mengairi sawah seluas + 52 Ha. Kedalaman air telaga bervariasi antara 1 – 10 meter, di mana ditepi telaga terdapat 2 (dua) buah Sumber air yang cukup besar, dan Air Tawar/ mengalir sepanjang tahun tidak pernah surut walaupun kemarau panjang dan tidak pernah meluber dimusim hujan, kondisi yang demikian ini sangat memenuhi syarat untuk kegiatan wisata air. Apalagi ditambah letak geografis yang sangat strategis, diapit oleh 2 (dua) desa Juara, yaitu Desa Senggreng Juara Nasional tahun 1999 dan Desa Sambigede Juara Kabupaten tahun 2004, dan lokasi yang sangat mudah dijangkau, dengan kondisi jalan menuju Senggreng beraspal Hotmix, maka sangatlah sayang apabila potensi ini dibiarkan mendengkur tanpa ada sentuhan kebijakan dari para pihak yang punya kompeten mengembangkan potensi ini sebagai salah satu solusi dalam mengurangi angka kemiskinan di daerah sekitarnya.

SEJARAH TERJADINYA TELAGA SENGGRENG



Dahulu kala pada masa penjajahan Belanda, lokasi Telaga Senggreng masih berupa tebing yang dibawahnya mengalir sungai kecil nan jernih yang berasal dari sumber air yang banyak berada di sekitar tebing itu. Sumber yang paling besar disebut Sumber Kromoleo. Agar pemanfaatan air dapat maksimal, antara lain untuk pertanian, perikanan, tempat mandi penduduk sekitar dan tempat bersantai melepas lelah bagi penduduk sekitar yang seharian bekerja keras menggarap lahan pertaniannya dan lain-lain, pemerintah Hindia Belanda melalui assisten Wedono yang waktu itu penduduk biasa menyebut ndoro Sten (sekarang Camat) memerintahkan (Dawuh dalam bahasa Jawa) kepada penduduk sekitar untuk membuat tanggul guna membendung sungai limpahan sumber air terutama sumber Kromoleo agar menjadi Waduk yang airnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Atas adanya perintah (dawuh) dari ndoro sten tersebut, maka masyarakat sekitar terutama warga Desa Senggreng bergotong-royong mengadakan kerja bakti membuat tanggul yang bahan-bahannya terdiri dari Ijuk ( dalam bahasa jawa disebut Duk), tanah uruk dan lain-lain, maka jadilah waduk tersebut seperti yang sekarang ini, dan daerah sekitar waduk tersebut hingga saat ini disebut NDAWUHAN asal kata dari Dawuh yang berarti perintah (perintah untuk membuat tanggul dari ndoro Sten). Tentang nama dari waduk itu sendiri ada beberapa nama yang sering disebut orang-orang, yaitu : Waduk Dawuhan, Rowo Kromoleo, Tanggul Duk Tumpuk, dan lain-lain. Beberapa sebutan itulah orang-orang sekitar waduk menyebut daerah tersebut. Tetapi sebutan itu kurang dikenal oleh masyarakat luar desa. Sebutan waduk dengan nama “Rowo” sebetulnya tidak tepat, karena rawa identik dengan tanah lembek yang jika terinjak akan menyeret penginjaknya masuk dalam tanah. Pada waduk tersebut adalah merupakan genangan air bening yang berasal dari sumber air yang jernih. Oleh sebab itu dengan maksud agar masyarakat luar daerah lebih mudah mengenal letak daerah itu, dan agar tidak kedengaran serem, penulis lebih condong dengan sebutan Sang “Telaga Senggreng”. Lalu kenapa pada waktu bergotong-royong yang paling banyak terlibat adalah penduduk desa Senggreng ? Ya karena yang punya gawe adalah orang Senggreng, untuk keperluan mengairi lahan pertanian di Desa Senggreng (seluas + 52 Ha.).

TELAGA SENGGRENG


Telaga Senggreng merupakan sebuah telaga buatan peninggalan masyarakat tradisional desa Senggreng pada masa Kolonial Belanda masih berkuasa. Telaga buatan yang asri dan belum tersentuh arus modernisasi pariwisata ini, dulunya dikerjakan dengan bergotong - royong oleh masyarakat secara tradisional. Semangat dan kemauan masyarakat Desa Senggreng di masa itu patut diacungi jempol. Betapa tidak, dalam kondisi politik masih dalam kungkungan penjajahan dan rakyat yang sangat miskin, namun berkat semangat dan kemauan yang besar pada akhirnya mereka mampu membangun tanggul air yang dapat mengairi sawah sampai seluas + 52 Ha.
Tidak ada yang tahu dengan pasti tahun berapa tanggul ini dibangun. Namun menurut perkiraan penulis, dengan mendengarkan cerita dari sesepuh yang masih ada, dipekirakan tanggul ini dibuat pada sekitar tahun 1920-an.

Apabila dilihat lebih lanjut tampak semangat dari nenek moyang Desa Senggreng ini menurun ke anak cucunya, terbukti di bawah kepemimpinan Kepala Desa Sunaryo  Darlan, masyarakat Desa Senggreng bangkit membangun desa hingga
mencapai puncak Juara Nasional tahun 1999. Dengan sisa masa jabatan yang tinggal seumur Jagung, seakan mesin diesel yang semakin lama semakin  bertenaga, semangat beliau untuk membangun desa demi kesejahteraan rakyatnya seakan tidak pernah kendor. Ia berupaya membangkitkan semangat rakyatnya untuk mengembangkan telaga peninggalan nenek moyang warga Sengreng menjadi kawasan wisata yang dapat memberikan nilai lebih untuk kontribusi masyarakat Desa Senggreng.